Oleh Bagus Styoko Purwo
Setelah pagi tadi saya melakukan pemanasan menulis dan kini saatnya saya memulai menulis secara maraton. Saya menjadikan Buku Catatan untuk Calon Penulis sebagai pedoman membiasakan menulis tanpa terpengaruh mood, menulis di mana pun hingga menulis cepat.
Dalam buku itu terbagi dua puluh tagar disertai penjelasan pendek. Seolah si penulisnya sedang memberikan pendahuluan sebelum meminta si peserta pelatihan melaksanakan arahan darinya. Saya pikir sih benar iya juga.
Pada #1 ia menuliskan: Sesungguhnya tidak ada penulis hebat. Yang ada hanyalah penulis yang terlatih dan penulis yang beruntung. Yang pertama bisa kita usahakan. Yang kedua, bukan hanya tidak bisa kita usahakan, tapi juga tidak perlu kita pikirkan.
Pesannya pendek. Jika ia ujarkan secara lisan mungkin tidak berhenti di situ. Saya paham maksudnya, ia meminta agar yang ingin menjadi penulis setidaknya capailah di tahapan terlatih. Apa pun yang terlatih pasti ditempuh dengan serangkaian proses yang nisbi satu sama lain berbeda.
Menulis akan terasa sulit bagi yang belum terbiasa. Berbicara di muka umum bisa bikin gugup seseorang. Meski dengan naskah jika tanpa ketenangan diri kata-kata yang meluncur seakan mampet. Menulis pada awalnya perlu semacam pemancing.
Saya ingat strategi tiga kata yang dibagikan mas Sulak. Penulis tidak sedang ada ide sekalipun, separagraph dengan cara itu ide muncul dengan sendirinya. Misalkan Pulpen Bapak Hilang. Untuk sebuah tulisan fiksi tiga kata itu cukup bermanfaat. Mengembangkan menjadi sebuah cerita mini untuk tiga kata itu belum bisa saya tuntaskan di tulisan ini. Semoga nanti ya.
Menjadi penulis yang terlatih ibarat di bidang olah raga maka ada kurikulum yang menghantarkan atlit tertentu terlatih. Ia perlu mengenal gerak otot kaki, otot tangan. Bagaimana mengendalikan napas. Mengontrol tenaga agar sampai dipenghujung pertandingan dsb. Setiap bidang yang membentuk keahlian maka disediakan tahapan-tahapannya.
Menulis pun demikian. Saya senang menulis. Pernah mengikuti lomba menulis. Pernah mendapatkan hadiah hasil lomba menulis. Pernah mengikuti pelatihan menulis di Kampus Fiksi non Fiksi Diva Press, Jogja. Kesan mengikuti itu saya merasa kalau saya ada bakat menulis. Masuk dalam peserta pelatihan itu saingannya seluruh Indonesia. Bergengsi pokoknya.
Untuk terampil menulis maka kita perlu terus menulis secara spontan. Menulis dengan beragam tema. Mengikatkan diri dengan tema-tema terdekat kita memudahkan kita menyelesaikan sebuah tulisan. Atau dengan mengatur jumlah cerita yang dipublikasi di media sosial. Mereka yang rajin posting cerita di sosmed teknis berceritanya cukup memadai.
Saya menjaga stamina menulis dengan menulis bertema di ig yang terhubung ke wall fb. Blog kali ini saya tempatkan sebagai kumpulan tulisan saya. Menyimpan di blog saya anggap sebagai tabungan keterampilan diri yang sewaktu-waktu mudah ditemukan. Apalagi bidang profesi saya mengajar. Kemampuan menulis baik dan tekun membaca selalu diperlukan.
Penulis favorite saya adalah penulis buku panduan latihan ini. Mas Puthut Ea. Ia terkenal sebagai cerpenis. Dan belakangan ini banyak menulis esai. Gaya menulisnya mudah saya ikuti. Bukan untuk meniru. Saya juga mengikuti cara ia bercerita dan mengemas alur kalimat yang memikat.
Setiap ia bagikan pengisahan di ignya saya baca baik-baik. Ia mengambil caption dengan arah yang tidak terduga. Bidikan-bidikan kameranya menakjubkan. Ia dengan mudahnya mendapatkan angel gambar yang oke. Selama saya membaca tulisan-tulisannya kemudahan ketika saya menulis seperti telah melewati proses menulis yang panjang.
Saya tekankan di sini perlunya sosok penulis favorite untuk membantu kelancaran menulis. Ia penulis pertama yang saya jadikan panutan berkarya. Selanjutnya, saya sering membagikan postingan fb mas Sulak. Ia sering memberikan kiat menulis. Artikel dari penulis asing. Ia juga membuka kelas menulis cerita. Kapan waktu saya ingin bergabung di kelasnya. Harganya lumayan dan pastinya materi-materi yg disampaikan berkelas.
Mas Sulak juga menerbitkan buku latihan menulis cerita. Saya baca semua pembahasan di dalamya. Hanya saja belum saya praktekan. Mungkin setelah buku ini selesai, saya lanjut ke buku mas Sulak. Baik mas Puthut Ea dan mas Sulak, gaya menulis mereka berkarakter. Saya membaca tulisan mas Puthut seperti ia sedang berbicara. Membaca cerpennya mas Sulak seperti saya membaca terjemahan cerpen dari bahasa asing. Mereka saya jadikan mentor tidak secara langsung. Hanya berbekal karya aplikatif mereka saya siap menyongsong sebagai penulis cerita.
Berkisah akan menjadi kebiasan baru saya. Menyelesaikan tulisan tidak bisa lagi saya tunda. Menghadiahi diri berupa kumpulan tulisan atau buku bertema akan menjadi pengalaman berharga saya, khususnya di tahun 2022.
Mencoba tantangan baru dengan menjadikan setiap buku latihan menulis sebagai bahan pemicu premis bercerita. Tahap pertama, saya esais yang mudah menggarap tema humaniora. Tahap kedua, saya cerpenis yang meleburkan diri ke kehidupan sehari-hari. Semua itu saya niatkan sebagai bukti kesungguhan diri menempa diri dan mensyukuri nikmat berkehidupan.
Babelan, 19 Maret 2022. 22:19 WIB
0 comments:
Posting Komentar