This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 26 Agustus 2021

Jalan Lain Bekerja

 Jalan Lain Bekerja

Bagus Styoko Purwo

Obrolan malam Jum'at, 19 Agustus 2021 mengangkat tema Kerja dan Religiositas. Apa saja yang dibicarakan, mungkin di lain tulisan akan saya bahas. Ini tulisan pertama hasil obrolan itu. Setiap peserta di minta menulis tema di atas dengan jumlah kata sekuat-kuatnya. Pointnya tulisan selesai dan di kirim sebelum hari kamis di obrolan ke depan. 

Saya belum terbiasa menulis lepas dalam arti lancar dan tidak terbebani. Ini tahapan yg harus saya maksimalkan, maka saya selesaikan ini selama dua kali pindah tempat: di sekolah  dan selesai di rumah.

Bumi dan seisinya disediakan khusus untuk umat manusia. Di langit tertinggi bantahan malaikat atas penciptaan manusia pertama Tuhan buktikan dengan kesanggupan dia menyebutkan nama-nama ciptaanNya. Maha suci sang pencipta yang selalu menciprati hikmah di balik kemahaannya.

Sejarah kehidupan manusia pada periode kemunculannya adalah menyuburkan keturunan, membuat garis-garis tangan sesuai apa yang saat itu dapat diperbuat. Catatan sejarah menjelaskan nomaden adalah jalan hidup mereka. Kalau kita sempat membaca kitab suci, bapak Adam dan Ibu Hawa adalah perantara berkembangnya populasi manusia untuk tujuh keturunan. Garis keturunan mulai terlihat dari situ. 

Lalu pengisahan para nabi dan rasul memperjelas zaman berlangsungnya kehidupan. Misi utama umat manusia sampai dengan sekarang adalah memperindah dunia. Secara makna boleh diartikan mengada-adakan yang sebelumnya tidak ada, membagus-baguskan yang sebelumnya tidak arstistik atau yang sejenis dari itu - asal sesuai dengan hajat besar manusia: laba.

Membahas laba membahas juga alat pengaitnya. Laba adalah kepuasan kuantitatif atas pencapaian selama satu putaran waktu. Apa pun yang telah berlangsung atau akan berlangsung, diam-diam ada laba di dalamnya. Di belakang setiap keputusan ekonomi juga labalah pemicunya. Perdebatan sengit dipelopori oleh laba, maka laba adalah sentral dari bahasan utama kehidupan kita.

Orang-orang bekerja motivasinya perolehan laba. Sebut gaji, upah, honorarium atau yang semakna menggiurkan dari itu.  Profesionalitas memperkuat daya kinerjanya untuk menggaet laba. Bekerja secara profesional begitu linear dengan laba yang menggoda. Kalau bekerja sedari awal tidak berangkat dari ketulusan, dinamika batin dan kesadaran si pekerja berputar sampai menemukan cahaya terang bahwa bekerja yang sejati itu bla..bla..bla.. Bahwa ada loh yang esensial ketimbang profesionalisme. Ada yang ingin menambahkan lagi....

Diam sejenak di kisah yang terbilang unik dan saya tidak yakin apakah itu pernah ada atau hikmah isapan dari penulisnya: seorang penjual cendol umumnya senang jualannya cepat habis. Bersyukur sekali bisa pulang sebelum asar habis. Setidaknya ia bergembira sesaat menerima pesanan melimpah dari pembeli yang mendadak menyetop gerobak cendolnya. "Kalau cendol ini bapak beli semua, bagaimana dengan pembeli lain ingin juga membeli." Laba maksimal tidak menjadi orientasi dagangnya. "Kan dagangan abang saya borong semua. Enak, jadi bisa pulang agak siang," tanggap pembeli seolah menyadarkan peran sebagai pedagang keliling. 

Pemahaman yang tidak biasa menjadi keyakinan kokoh dalam diri abang cendol. Saya merasa ia tidak sedang bertransaksi secara wajar. Ia seperti mendapat penjagaan dari matrealisme. Keumuman pulang membawa laba tidak lebih agung daripada menjaga kententraman batin. Batin yang tenang rupanya dengan membatasi hasrat diri terhadap kalkulasi rupiah ke rupiah. Membagikan kebahagiaan dengan menyediakan cendol segar kepada para pembeli lainnya. Abang cendol dalam kisah pendek itu mampu menembus kesadaran bapak pembeli yang sesampainya di rumah menyesali adanya seselip serakah di hatinya. Bagi Anda yang pernah mendapati kisah ini anggaplah sebagai penguat ingatan diri tentang bekerja versi takaran cendol.

Sampai sedewasa ini saya masih sering kebablasan memaknai bekerja sebagai profesi. Ketika mendapati penugasan terbayang jumlah yang masuk ke rekening di awal bulan. Selesai pekerjaan otomatis terbersit lagi tawaran pekerjaan yang menyebabkan tambahan ke rekening. Keuntungan menjadi pertimbangan dasar sebuah pekerjaan dilaksanakan. Lumrah. Sebab keahlian bukan sesuatu yang murah, remeh, apalagi ditukar dengan ungkapan terima kasih. Tapi pada medan kejadian tertentu, keuntungan berbentuk pengakuan, testimoni atau portofolio kiprah justru dicari-cari. 

Kepenatan karena bekerja, kejenuhan karena rutinitas pekerjaan, atau disorientasi pekerja - pemicu yang menghubungkan semua itu tidak adanya spirit bekerja. Saya boleh artikan itu sebagai cahaya yang menerangi ruang pekerjaan. Kondisi temaram tidak jelas apa-apa yang ada di sekitar. Kondisi gelap malah menghentikan langkah pencarian apa-apa yang bisa terjamah. Sedapat mungkin cahaya memberikan rasa yakin terhadap apa-apa yang akan dikerjakan.

Bekerja, pekerjaan, selanjutnya dengan model pemaknaan apa yang tepat guna sesuai dengan kondisi zaman. Saya tawarkan pendekatan modern dan pendekatan risalah agama. 

Pendekatan modern sejalan dengan temuan-temuan empiris tentang pengaturan kinerja manusia. Manusia yang produktif mengacu pada indikator: 1. Usia, 2. Keterampilan diri, 3. Lingkungan kerja. Usia muda sarat dengan progresivitas. Idealisme mencolok dan sebagai seragam usia muda. Keterampilan terbentuk melalui training, workshop dan jam terbang di bidang yang sama. Lingkungan kerja merupakan praktik organisasi antar sesama yang menghubungkan bagian dengan bagian. Lingkungan kerja yang sehat tidak memelihara persaingan sengit dengan motif menjatuhkan bagian lain. Pendekatan modern selalu mengacu saling menguntungkan. Pemberi kerja mendapatkan sumber daya manusia, pekerja mendapatkan kompensasi finasial. Sekilas sama rata. 

Pendekatan risalah agama menyadarkan peran manusia diciptakan untuk beribadah semata. Beribadah yang dipahami kemudian tidak melulu ritual vertikal. Segala tindakan yang difokuskan kepada sang Pencipta, itulah bentuk ibadah. 

Bekerja sebagai ibadah belum begitu populer dijadikan pedoman. Apa untungnya menganggap bekerja sebagai ibadah? Yang diperlukan di dunia adalah uang, bukan balasan pahala. Memang hidup manusia terbatas, karena itu kumpulkan uang sebanyak-banyaknya, bekerja sekeras-kerasnya agar jalannya nikmat dunia tidak dilalui oleh mereka yang giat siang malam. 

Pekerja yang menjadikan pekerjaan sebagai jalan ibadah, mereka memperoleh dua tujuan sekaligus. Kalau pun mereka kaya, maka kekayaannya itu karena keberkahan ibadah dalam bekerja. Dan seandainya mereka mati ketika merampungkan pekerjaan, maka kematian mereka begitu mulia karena tetap menjalankan misi utama sebagai ciptaanNya.

Jalan lain bekerja agar kita tidak merasa sumpek karena keterbatasan dari banyak sisi. Gaji tidak seberapa, tapi enak di jalani. Karir biasa saja, tapi target-target duniawi terpenuhi, tidak merasa payah mengejar materi namun berkah turun tak henti-henti.

Kalau saya memaknai bekerja sebagai panggilan dalam diri untuk menjalani misi ciptaan, menyakinkan itu sebagai prinsip bekerja maka saya wajib menguatkan terus. Dan jalan lain bekerja untuk para pekerja, kembali pada jatah masing-masing.

Bagus Styoko Purwo, penikmat bacaan dan jamaah obrolan malam Jum'at 


Pekerjaan - Refleksi 15 Tahun Berkiprah

 Pekerjaan

Refleksi 15 Tahun Berkiprah

Oleh Bagus Styoko Purwo


Artikel ini saya buat untuk mengikuti pelatihan menulis yang diampu oleh maestero esais Kabut Bandung Mawardi.

Persyaratan yang mesti dipenuhi sertakan tulisan sepanjang 500 kata dengan tema pekerjaan. Saya ingin sekali belajar langsung dengan beliau. Sehari sebelum tenggat waktu, naskah ini saya kirim. Hari senin siang saya dapati email dari mas Bandung. Nama saya masuk dalam 10 peserta pelatihan menulis itu. Alhamdulillah, saya bersyukur sekali. Minggu pertama obrolan bersama mas Kabut dan sepuluh teman baru bertemakan yang bekerja yang bereligiuisitas.

Blog ini akan saya jadikan media dokumentasi pelatihan menulis itu.



Masa depan di mulai sejak kita memilih menempuh sebuah jalan. Langkah berikutnya sering kali dipengaruhi oleh pengalaman orang lain atau membayangkan sesuatu yang kita rasa itu nikmat dijalani. Saya mengalami itu saat setelah lulus sekolah tingkat menengah kejuruan, saya ingin langsung bekerja namun orang tua menilai terlalu muda untuk memulai itu. Pilihan orang tua pada akhirnya adalah yang terbaik bagi saya saat ini dan semoga ini jalan lapang di kehidupan saya.

Pekerjaan bagi umumnya orang-orang adalah cara untuk bertahan hidup, untuk memenuhi capai-capai gengsi - di kalangan urban. Itu wajar sebab setelah selesai masa sekolah yang dituju adalah lapangan pekerjaan. Kebutuhan tenaga kerja tidak lagi ditentukan berdasarkan keahlian tunggal. Asal mengerti petunjuk penggunaan dan mampu mengimplementasikan arahan kerja, pembiasaanlah yang membentuk profesionalismenya.

Di tahun 2005 saya tidak terlalu berhasrat masuk perguruan tinggi. Saya ingin segera bekerja. Saya juga tidak tahu di bidang apa. Intinya bekerja dan berpenghasilan. Saat itu juga pekerjaan terlintas begitu mengesankan benak saya. Mungkin saya cocok bekerja di kantoran. Kan saya lulusan jurusan akuntansi.

Akhirnya saya tidak digariskan bekerja. Terdaftar sebagai mahasiswa jurusan akuntansi. Sehari-hari berangkat ke kampus sebagai mahasiswa reguler. Menempuh studi selama delapan semester. Masuk semester tiga hasrat saya untuk bekerja tidak terhalang lagi. Lamaran pekerjaan saya tujukan menjadi tenaga pengajar di sekolah menengah kejuruan. Belum terlalu yakin saya bisa menjalaninya, satu semester mengajar di sana saya mulai mengerti inti dari suatu profesi.

Guru muda yang menyimpan bara-bara pembaharuan. Hasil memungut dari sekam-sekam pendidikan tinggi dan sajian-sajian literasi lintas bidang. Apa yang saya berikan di kelas-kelas sesuai keyakinan yang saya peram saat itu. Saya seperti merdeka menentukan sikap dan cara, namun jurang risiko begitu dekat dengan saya. Jangan terlalu memberikan kebebasan kepada seorang pemula yang ia pun masih mungkin tersesat dalam kebanggaan-kebanggaan kecilnya - begitu menurut saya saat ini. 

Pergantian tahun ajaran dan selesainya studi saya, pembaharuan cara-cara kerja saya serap dari berbagai sumber. Saya ternyata dilompatkan ke lembaga pendidikan yang menekankan pencapaian-pencapaian ideal sebagai tenaga pengajar. Nilai-nilai edukasi diikat dengan jalinan karakter yang kuat. Bahwa seorang pengajar tidak berhenti di akhir bel jam sekolah usai. Seorang guru baiknya melanjutkan pencarian-pencarian baru untuk mengokohkan pola kepengajarannya. Saya dapati itu tanpa bersusah payah. Lembaga tempat saya mengajar concern dengan pengembangan integritas diri dan profesionalisme bekerja. Guru-guru yang hebat sangat mudah mencetak para lulusan yang hebat.

Pekerjaan yang melahirkan kepuasaan diri bagi saya adalah indikator kuat bahwa saya menyatu dalam setiap aktivitas yang berjalan dinamis. Sergapan kebosanan mudah saya singkirkan, karena saya menghayati peran sebagai pengajar. Masuk lima belas tahun mengajar bukan waktu yang pendek dan bukan juga jalan karir yang membanggakan. Tidak banyak yang saya bisa saya simpulkan selama itu. 

Tentang pekerjaan yang merupakan pilihan profesi bagi siapa saja, saya memperluas makna pekerjaan sampai batas apa saja yang ditekuni kemudian menghasilkan nilai-nilai berarti untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat dan puncak peradaban bangsa, semua itu adalah bukti suatu pekerjaan pantas untuk banggakan. Saya bahagia memeluk pekerjaan yang begitu memuliakan dunia kemanusiaan. Lelah dan penat seperti tidak terjamah.

Biodata:

Bagus Styoko Purwo, tinggal di Kab Bekasi. Aktivitas sehari-hari mengajar di SMK Ananda, Bekasi. Senang membaca. Bergabung di #kampusfiksi non fiksi, Yogyakarta.

.



Senin, 29 Maret 2021

Praktek #1 Bagian ke-1

 Oleh Bagus Styoko Purwo



Sesungguhnya tidak ada penulis hebat. Yang ada hanyalah penulis yang terlatih dan penulis yang beruntung. Yang pertama bisa kita usahakan. Yang kedua, bukan hanya tidak bisa kita usahakan, tapi juga tidak perlu kita pikirkan (Puthut Ea: 2019)



Untuk meningkatkan keterampilan menulis, saya menjadikan buku yang berjudul Buku Catatan Untuk Calon Penulis, karangan Puthut Ea sebagai pedoman memulai menulis. Materi-materi menulis yang tersedia tepat untuk dijadikan sumber gagasan. Dalam setiap bagian terdiri dari dua uraian pendek, hanya satu paragraph. Sekitar dua sampai tiga kalimat. Pendek sih, tapi sampai masuk akhir Maret 2021 belum juga saya tamatkan dalam praktek menulis di blog ini. Saya buka kembali halaman yang berisi #1. Saya ketik di halaman ini. Apa yang nanti saya tuliskan semoga hasilnya lancar dan menginspirasi. Niat saya menjalani latihan ini adalah memperluas jangkauan ibadah yang tidak sebatas ritual vertikal, tapi ibadah horizontal. Bismillah.

Pengantar ke Filsafat

 Oleh Bagus Styoko Purwo



Untuk keperluan studi saya rasa membaca tidaklah cukup. Bahan bacaan filsafat sarat dengan pemahaman terbilang unik. Kenapa unik? Yang dipahami pembaca satu dengan lainnya tidaklah sama persis. Pemahaman berikutnya tergantung kecakapan nalar dan muatan referensi si pembaca. Untuk pengayaan filsafat, mahasiswa pasca sarjana 

Jumat, 01 Januari 2021

Usaha Mewujudkan Target-Target 2021

 Oleh Bagus Styoko Purwo

Tulisan pendek ini mengawali niatan saya mewujudkan sejumlah kebutuhan yang bagi kami (saya dan istri) mau tidak mau, dengan jalan yang entah seperti apa dapat terwujud di sepanjang tahun 2021.

Mewujudkan sesuatu perlu ekstra usaha. Perlu perencanaan bagaimana mewujudkan sesuatu itu. Maka saya begitu yakin bahwa di ruang kerja kreatif ini adalah jalan ijabahNya atas pengharapan kami.

Persis di hari ini, tanggal 31 Desember 2020, setelah saya menuntaskan empat tulisan pendek Puthut Ea yang tersaji di bukunya yang berjudul Bola Liar, saya mendapatkan semangat untuk memulai proses kreatif. Keyakinan saya dengan kebiasaan menulis beragam tema, khususnya tulisan non fiksi, harus saya rapihkan. Sudah sering saya membuat jadwal menulis ke berbagia media. Sudah banyak link-link lomba menulis yang saya tulis di notes, di buku atau di ketik di hp, juga saya buat mode pengingat. Sayangnya, yang saya buat itu tidak sepenuhnya terlaksana. Saya rasa karena tekad kurang kuat.

Sekarang saya memulai pembiasaan pertama: menulis bebas. Saya coba menuangkan apa-apa yang terlintas di kepala saat dua ibu jari ini menekan-nekan tombol gawai. Saya coba juga melatih diri menulis di gawai. Menyelesaikan sebuah tulisan atau gagasan tidak wajib di hadapan sebuah pc. Nanti setelah pembiasaan menulis di gawai masuk empat puluh satu hari, saya latih juga pembiasaan menulis di media kertas. Intinya saya bisa menulis secara mudah. Tidak di repoti keharusan ini itu yang sifatnya teknis belaka.



Mengawali pembiasaan ini terasa agak kaku. Saya mengakui itu. Kok saya pernah menulis satu buku non fiksi, menulis puisi, terasa seperti baru belajar menulis. Mungkin kalau saya selalu menulis setiap hari tidak akan kesulitan mengembangkan kalimat. Tulisan lekas jadi. Dan saya bisa lanjut ke tema apa lagi.

Baik lah, saya menulis ini sampai merasa sudah tidak ada lagi yang perlu disampaikan, dengan batasan-batasan: buku-buku penunjang melatih menulis, daya tahan menulis dan motif dibalik menulis. Saya juga coba menyelesaikan tulisan ini di sekali duduk.

Orang-orang yang gemar menulis selalu hobi membaca. Saya pun sama. Saya pernah satu masa hampir kecanduan membeli buku. Saat masuk ke toko buku hasrat membeli buku adalah perang dalam diri saya. Antara kehendak membeli dan tidak membeli. Menimbang benar apakah saya sungguh-sungguh memerlukan buku bacaan itu atau hanya sifat konsumerisme semata. Lalu biasanya saya mengelilingi rak-rak buku sampai hasrat membeli itu tidak mendominasi hati saya. Itu cara ampuh saya membatasi jumlah belanja. Soalnya waktu itu ketersediaan uang bagi saya tidak sampai ke skala prioritas untuk kebutuhan hidup.

Lain dulu dengan sekarang. Saat-saat ini saya membeli buku dengan pembatasan yang sengaja dibuat ketat dan sengaja saya hadirkan pertanyaan dalam diri. Membeli buku yang sesuai dengan bidang pekerjaan saya tidak mungkin tidak saya beli. Ini lah prioritas saya. Atau buku yang sedang sesuai dengan penguasaan bakat saya. Maka pastilah masuk dalam keranjang belanja.

Enak benar belanja di zaman yang serba digital. Kita tidak perlu ke toko. Cukup dari rumah. Harga-harga yang ditawarkan saling bersaing. Kebiasaan saya membeli buku sudah masuk ke tahap senang belanja secara online. Saya memilih buku dengan dasar pertimbangan harga murah, dan gratis ongkir. Buku-buku yang sering saya beli berasal dari Jogja. Ternyata populasi penjual buku itu lebih banyaknya di Jogja ketimbang di Jakarta. Nyatanya banyak buku-buku saya yang hanya ada di penjual buku Jogja.

Saya memilih buku untuk penunjang hobi. Saya tidak yakin bahwa menulis adalah hobi. Saya tidak menulis setiap hari. Kalau itu sebagai hobi maka bisa terlihat dari rutinnya saya menulis. Saya bisa menulis. Saya senang membaca. Jadi saya anggap saya hobi menulis.Tapi saya ingin menulis sebagai hobi yang menyenangkan dalam artian bisa menghasilkan pendapatan tambahan dan penunjang karir saya sebagai pengajar.

Buku-buku yang saya anggap ampuh meningkatkan kualitas dan kecepatan menulis adalah buku yang berjudul Menjadi Penulis dan buku yang berjudul Buku Catatan untuk Calon Penulis. Kedua buku itu ditulis oleh Puthut Ea. Saya merasa nyaman dan menikmati gaya kepenulisannya. Saya yakin bisa meniru yang ia tulis. Ia memberikan tips agar mudah menulis dengan cara meniru penulis yang saya gandrungi. Pas sekali, saya menggandrungi cara ia bercerita. Lancar. Santai. Dan seperti tidak ada kendala.

Buku-buku penunjang latihan.
Saya merekomendasikan buku Menjadi Penulis sebagai buku petunjuk mengenali cara kerja seorang penulis. Dalam buku itu si penulislah bercerita pengalaman selama menggeluti dunia kepenulisan. Ternyata menulis itu bisa dijadikan profesi sebagaimana para pekerja bekerja di bidang-bidang tertentu dan mendapatkan penghasilan utama dari menulis. Proses kreatif itu didapatkan dari hasil membaca, bergaul dan melatih berfikir kritis. Saya belum sepenuhnya membuat point-point utama dari setiap topik yang ia sampaikan. Saya akan buat nanti, agar proses latihan berfikir kreatif yang akan saya alih wujudkan ke tulisan semakin mudah. Keterampilan itu juga perlu dibuatkan perencanaan bagaimana menghadirkannya.

Singkatnya, dalam buku itu penulis membeberkan cara berkaryanya selama ini. Peluang-peluang yang bisa diambil dalam dunia menulis. Saya ingin membuat ulasan per tema nanti.

Buku Catatan untuk Calon Penulis. Ini adalah kumpulan ide pokok untuk mengembangkan menjadi satu tulisan utuh. Tersedia lembaran kosong yang cukup untuk ditulis tangan. Menulis berangkat dari ide pokok dimaksudkan untuk menghindari kebuntuan proses menulis. Terdapat dua puluh ide pokok. Bila saya selesaikan satu ide pokok untuk satu hari, dalam rentang dua puluh hari saya berupaya membebaskan kecanggungan menulis bebas. Menulis jadi lancar. Kendala menulis lebih sering karena mampet mau menulis apa lagi.

Melatih daya tahan menulis.
Puthut Ea di masanya melatih kemampuan menulis, ia terapkan latihan menulis apa saja setiap hari. Satu hari terlewat, ia menghukumi dirinya untuk menuntaskan tulisan yang terlewat itu di hari berikutnya. Begitu ia langgengkan selama enam bulan. Saya jadi mengerti durasi melatih menulis, perlu setidaknya enam bulan. Itu versi Puthut Ea.

Saya coba biasakan di awal 2021 ini menulis minimal sekali dalam sehari. Mencoba menuntaskan apa-apa yang disampaikan di buku Catatan untuk Calon Penulis. Kalau dalam tiga hari saya sanggup menulis, berarti stamina menulis saya ada. Tinggal saya melatih meningkatkan stamina menulis dan tahan jenuh.

Setiap latihan yang diupayakan seseorang pasti ada motif dibaliknya. Waktu era sekolah saya bersemangat berlatih gitar. Saat itu menjadi gitaris sedang hits. Saya berlatih melody, speed dan teknik-teknik seorang gitaris melody. Kesenangan saya berbuah hasil. Saya bisa membuat lick, membuat lagu dan mengulik lagu-lagu tertentu.

Saya menulis atau meningkatkan kualitas berkarya untuk menunjang karir saya di dunia pendidikan. Target sepuluh tahun mendatang, saya menjadi Profesor di bidang akuntansi/manajemen. Selain itu saya harus produktif menulis sebagai bagian dari tri dharma perguruan tinggi. Semua itu harus saya cicil dalam tahun ini. Tidak bisa tidak.

Saya juga punya empat target besar sepanjang 2021. Dan saya kok merasa yakin wasilah atau jalan penyambung terwujudnya empat target besar itu dari kegiatan saya menulis, dari keseriusan saya berkarya. Target besar kami itu secara kalkulasi cukup mencengangkan. Pada akhirnya saya memulai ini dengan keseriusan tinggi, pemikiran yang dinamis dan dalam rentang 12 bulan ke depan.

Niat saya menyelesaikan tulisan ini hanya sekali duduk gagal. Tepat di pukul 11.27, tanggal 1 Januari 2021, tulisan ini saya anggap selesai.

Desa Babelab Kota, 31 Des 2020- 1 Jan 2021